BAB I
1.1 Sejarah Bank Central Asia
Bank Central Asia (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini didirikan pada 21
Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah merupakan bagian
penting dari Grup Salim. Presiden Direktur saat ini (masa jabatan 1999-sekarang) adalah Djohan
Emir Setijoso.
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank
Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barang kali yang paling signifikan adalah krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan rofes
perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini memengaruhi aliran
dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah
menjadi rofe lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa
meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) lalu mengambil alih
BCA pada tahun 1998. Berkat
kebijaksanaan bisnis dan pengambilan keputusan yang arif, BCA berhasil pulih
kembali dalam tahun yang sama. Di bulan Desember 1998, dana pihak ke tiga telah
kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset BCA mencapai Rp 67.93 triliun, padahal
di bulan Desember 1997 hanya Rp 53.36 triliun.
Kepercayaan masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan
oleh BPPN ke Bank Indonesia pada tahun 2000. Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi perusahaan
publik. Penawaran Saham Perdana berlangsung pada tahun 2000, dengan menjual saham sebesar 22,55% yang
berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN masih
menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham kedua dilaksanakan di
bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham
miliknya di BCA. Dalam tahun
2002, BPPN melepas 51% dari sahamnya di BCA melalui tender penempatan privat
yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius, memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan
komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga
intermediasi finansial.
Pemegang Saham
- FarIndo Investments (Mauritius) Ltd qualitate qua (qq) Farallon Capital Management LLC (Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono) – 47,15%
- Anthony Salim – 1,76%
- Saham dibeli kembali PT Bank Central Asia Tbk (treasury stock) – 1,18%
- Masyarakat – 49.94%
Kegiatan Usaha Perusahaan Bank BCA
Dalam
kegiatannya sehari-hari BCA lebih mengutamakan kepentingan dan kenyamanan
nasabah. Hal ini dilakukan BCA untuk mempertahankan nasabahnya maupun untuk
menarik nasabah yang lain. BCA adalah bank swasta terbesar di
Indonesia dimana dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga intermediasi,
BCA tidak hanya menghimpun dana dari masyarakat tetapi juga menyalurkan dana
kembali dalam bentuk kredit, selain itu BCA juga memberikan fasilitas kemudahan
pada nasabah. Adapun fasilitas yang diberikan BCA diluar simpanan masyarakat
adalah kemudahan dalam pembayaran rekening listrik, telepon, fax, telex. Dengan
adanya fasilitas tersebut, nasabah tidak perlu rofes ke kantor yang
bersangkutan tetapi cukup rofes ke BCA untuk membayar kewajiban-kewajiban
tersebut sehingga nasabah dapat menghemat waktu.
Untuk
memperluas jangkauannya, BCA juga bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi
seperti Universitas Muhammadiyah dan Universitas Islam Malang dalam pembayaran
setoran uang kuliah. Selain itu, Taman wisata Sengkaling dan SPBU wilayah
Landungsari juga masuk jangkauan BCA Cabang Pembantu Dinoyo. Disamping
bekerjasama dengan Perguruan Tinggi dan Taman Wisata, BCA Cabang Pembantu
Dinoyo juga telah masuk kelingkungan TNI di wilayah Karangploso. Hal ini
dilakukan guna menambah jumlah rekening BCA, sehingga dana yang ada juga bertambah. BCA menerapkan program agar tampil lebih rofessional daripada bank-bank
yang lain sebagai bank pesaing BCA. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan nasabah
merupakan komitmen utama BCA untuk meningkatkan kepuasan nasabah dalam upaya
menarik nasabah baru. Dimana strategi yang dilakukan BCA guna mewujudkan
peningkatan kualitas pelayanan tersebut melalui pengaktifan program front
liner (CS dan Teller).
Pada
dasarnya segala upaya yang dilakukan guna meningkatkan kualitas keamanan
pelayanan yang telah dilaksanakan dan dikembangkan bertitik tolak dari
keyakinan teguh bahwa bisnis perbankan tidak mungkin berjalan tanpa dukungan
nasabah. Seiring
dengan komitmen tersebut BCA telah bertekad menjadi bank dengan layanan
terbaik, untuk mencapai komitmen tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai
upaya peningkatan kemampuan layanan pada front office yang salah satunya
adalah Customer Service. Pengetahuan dan ketrampilan dasar yang perlu
dimiliki oleh front office adalah telah dirumuskan secara singkat, padat
dan lengkap dalam istilah “SMART” yang menjadi cermin identitas para front
liner BCA.
1.2
Permasalahan secara global
Bank termasuk lembaga keuangan yang sangat penting
peranannya dalam pembangunan ekonomi. Peran strategis bank bukan hanya sebagai
wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan
efisien kearah peningkatan taraf hidup masyarakat, akan tetapi juga memotivasi
dan mendorong inovasi dalam berbagai cabang kegiatan ekonomi. Sejak pertengahan
tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter dan krisis ekonomi yang sangat
berat, yang disebabkan oleh jatuhnya nilai rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dolar Amerika Serikat. Sebagai akibat dari krisis ekonomi tersebut,
banyak perusahaan-perusahaan di sektor riil (industri, perdagangan, perhotelan,
dan lain-lain) yang terpuruk. Hampir semua perusahaan di sektor riil tersebut
menggunakan sumber dana pembiayaan dari bank. Akibat dari ketidakmampuan
nasabah-nasabah tersebut untuk memenuhi kewajibannya pada bank, maka bank-bank
mengalami kesulitan dalam bentuk kredit macet. Berbagai upaya dilakukan
pemerintah untuk mengatasi krisis perbankan yang sangat parah.
BAB
II
2.1
Eksplorasi Permasalahan
Pada tanggal 24 November 1997, pemerintah/Bank
Indonesia mengumumkan 16 bank swasta nasional yang terkena likuidasi.
Masyarakat sangat terkejut dengan tindakan pemerintah/Bank Indonesia
melikuidasi 16 bank tersebut, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap bank
bank menjadi hilang. Maka terjadilah rush, yakni penarikan uang
besar-besaran yang dilakukan masayarakat terhadap simpanan mereka pada berbagai
bank, termasuk nasabah bank BCA ( bank swasta terbesar saat itu yang memiliki
jumlah automatic teller machine atau ATM terbanyak ). BCA dan berbagai
bank swasta nasional maupun bank-bank pemerintah (Bank BUMN) mengalami
kesulitan likuiditas. Dalam ketentuan perbankan yang ada, Bank Indonesia
merupakan the last resort (tumpuan terakhir) bagi bank-bank yang
mengalami kesulitan likuiditas.
Maka Bank Indonesia memberikan bantuan yang dikenal
dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Karena berbagai faktor, maka
banyak bank terutama penerima BLBI tidak dapat mengembalikan BLBI yang
diterimanya, pada waktu dan jadwal yang telah disepakati antara bank yang
bersangkutan dengan Bank Indonesia.
2.2
Inti Permasalahan
Bank BCA tidak mampu mengembalikan BLBI pada waktu
dan jadwal yang sudah disepakati, padahal BCA menerima jumlah BLBI dalam jumlah
yang cukup besar. BLBI merupakan bantuan likuiditas bank indonesia, yang
diberikan oleh baki indonesia kepada BCA.
BAB
III
3.1 Solusi
pemerintah membantu BCA untuk mengatasi kesulitan,
yakni ketidakmampuan melunasi BLBI. Akhirnya, pemerintah mengambil over saham
BCA sampai dengan 92,8% dan untuk sementara pada waktu itu BCA dapat
melanjutkan kegiatan operasionalnya dengan baik. Dalam salah satu kesepakatan
antara pemerintah RI dan International Monetary Fund (IMF) yang
tertuang dalam Letter of Intent, salah satu butirnya menyangkut usaha
pemerintah untuk mengatasi keterpurukan dalam sektor perbankan. Sehingga secara
tidak langsung, IMF mendesak agar pemerintah RI melepas saham-saham yang
dimilikinya dalam berbagai bank swasta nasional untuk dijual kepada masyarakat
(publik) atau kepada investor yang dapat melanjutkan kegiatan operasi bank
dengan baik. Maka pemerintah/BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) mulai
melakukan usaha-usaha yang dapat membantu mengatasi keterpurukan sektor
perbankan, seperti melakukan kebijakan divestasi pada saham BCA pada tanggal 11
Maret 2002. Divestasi merupakan penjualan saham atau melepas saham yang
dimiliki kepada pihak lain dan divestasi BCA ini dimenangkan oleh konsorsium
Farallon dari Amerika. Divestasi ini diharapkan dapat memperbaiki kinerja bank
BCA di masa yang akan datang karena sebagai salah satu bank swasta nasional
terbaik di negara kita, BCA harus mampu mempertahankan kinerjanya bahkan
memperbaikinya dan hal ini diharapkan dapat mendorong pemulihan fungsi bank
sebagai financial intermediary yang membawa dampak baik bagi
industri perbankan di Indonesia.
Penilaian kesehatan bank sebagian besar merupakan
analisis kinerja keuangan yang telah diatur sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia. Penilaian kesehatan bank akan berpengaruh terhadap kemampuan bank
dan loyalitasnasabah terhadap bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk
mengukur kesehatan bank adalah dengan analisis CAMEL dan dapat diperbaiki
dengan menyehatkan seluruh unsur atau komponennya, meliputi capital, assets,
management, earning, dan liquidity. Penelitian Mary Kwak
(2001) menunjukkan bahwa divestasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan
menghasilkan kinerja secara lebih baik. Penelitian Brian Coyle (2001)
menunjukkan bahwa divestasi berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai
perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan divestasi yang dilakukan pemerintah
terhadap saham BCA pada tahun 2002 dan penelitian yang telah dilakukan oleh
para peneliti maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
”Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan PT BCA Tbk Sebelum dan Sesudah
Divestasi”.
3.2
Kesimpulan
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank
Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan
barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan rofes perbankan
di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini memengaruhi aliran dana tunai
di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi rofe
lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta
bantuan dari pemerintah Indonesia.
pemerintah
mengambil over saham BCA sampai dengan 92,8% dan untuk sementara pada waktu itu
BCA dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya dengan baik. Dalam salah satu
kesepakatan antara pemerintah RI dan International Monetary Fund (IMF)
yang tertuang dalam Letter of Intent, salah satu butirnya menyangkut
usaha pemerintah untuk mengatasi keterpurukan dalam sektor perbankan. Sehingga
secara tidak langsung, IMF mendesak agar pemerintah RI melepas saham-saham yang
dimilikinya dalam berbagai bank swasta nasional untuk dijual kepada masyarakat
(publik) atau kepada investor yang dapat melanjutkan kegiatan operasi bank
dengan baik. Maka pemerintah/BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) mulai
melakukan usaha-usaha yang dapat membantu mengatasi keterpurukan sektor
perbankan, seperti melakukan kebijakan divestasi pada saham BCA pada tanggal 11
Maret 2002. Divestasi merupakan penjualan saham atau melepas saham yang
dimiliki kepada pihak lain dan divestasi BCA ini dimenangkan oleh konsorsium
Farallon dari Amerika. Divestasi ini diharapkan dapat memperbaiki kinerja bank
BCA di masa yang akan datang karena sebagai salah satu bank swasta nasional
terbaik di negara kita, BCA harus mampu mempertahankan kinerjanya bahkan
memperbaikinya dan hal ini diharapkan dapat mendorong pemulihan fungsi bank sebagai
financial intermediary yang membawa dampak baik bagi industri
perbankan di Indonesia.
Harrah's Reno Casino Site - Lucky Club
BalasHapusHarrah's Reno Casino is a luxurious and vibrant entertainment venue located in Reno, Nevada. luckyclub.live Harrah's Reno Hotel & Casino is set within a 5-minute drive of